Cari Blog Ini

Kamis, 03 Februari 2011

Upaya Untuk Membiasakan Menuliskan Tanggal Hijriyah

( Disampaikan dalam merayakan Tahun Baru Islam 1 Muharrom 1432H)

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS.9. At-Taubah 36).

Satu hari menjelang berakhirnya bulan Dzulhijah 1429H kami mendengarkan ceramah seorang pembimbing (Ustadz/Kyai) pengajian bapak-bapak di Masjid di komplek dimana saya tinggal menyampaikan kabar pada para jamaahnya demikian, "beberapa hari lagi tahun 2008M akan berakhir dan akan memasuki tahun 2009 M". Ustadz ini tanpa rasa bersalah tidak menyampaikan bahwa sehari lagi akan berakhir tahun 1429H dan memasuki tahun baru 1 Muharram 1430H. Sementara banyak lagi umat Islam di sekitar kita baik yang taat beribadah apalagi yang kurang perhatian dalam keislaman yang kalau ditanya sekarang tanggal berapa dalam hitungan kalender hijriyah, maka mereka tidak bisa menjawab, bahkan hanya mengingat bulan saja tidak dan dengan senyum lebar malah balik bertanya sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal, " Berapa ya?".

Inilah sedikit gambaran bahwa sekaliber seorang pembimbing pengajian Islam bahkan seorang pemimpin pesantren pun tidak menyadari adanya perhitungan tanggal hijriyah. Tentu saja warga muslim biasa yang sehari-hari kegiatannya tidak terkait dengan pengajaran Islam baik berupa pengajian maupun pendidikan Islam atau lembaga yang berlabel Islam, mereka tentu saja lebih banyak mengabaikan pemakaian kalender hijriyah.

Kalau mengingat tanggal hijiryah saja lupa maka apalagi mereka menyiapkan amalan-amalan wajib maupun sunah yang terkait dengan datang nya tanggal-tanggal dalam kalender hijriyah. Kebanyakan umat Islam baru ingat ketika telah datang undangan peringatan-peringatan hari besar Islam maupun datang bulan Romadlon dan bulan Dzulhijah.

Bagaimanakah caranya untuk membiasakan masyarakat umat Islam memakai penanggalan Hijriyah dalam kehidupan sehari-hari dengan menuliskan dalam setiap dokumen yang mereka terbitkan tanggal hijriyah disamping tetap menuliskan tanggal masehi. Ini penting untuk diupayakan agar umat Islam bisa merasa memiliki kalender hijriyah yang merupakan kalender umat Islam yang berhubungan dengan waktu-waktu beribadah dalam agama Islam.

Dalam sejarah pemerintahan umat Islam di Jawa, Sultan Agung dari Kerajaan Mataram yang pada awalnya menggunakan kalender Saka yang berdasarkan penanggalan peredaran Matahari (Syamsiyah) dari India kemudian sesuaikan dengan kalender Hijriyah dimana angka tahun tetap melanjutkan angka tahun kalender Saka tetapi perhitungan tanggal, bulan berdasarkan peredaran bulan (qomariyah). Bahkan kerajaan menerbitkan sebuah pedoman social masyarakat Islam di wilayah Mataram berupa pranatamangsa, dan pedoman nujum dan lain-lainnya yang membuat masyarakat di jawa waktu itu sampai sekarang masih memakainya. Ini adalah salah satu bukti pada saat pemerintahan Islam di Jawa ada upaya-upaya nyata untuk mensosialisasikan kalender Hijriyah yang telah dikawinkan dengan kalender Saka kepada warga masyarakat. Bukti lain dalam sejarah yang masih dipelihara oleh kerajaan-kerajaan Islam adalah dimasukkannya perayaan-perayaan hari-hari bersejarah Islam ( Nabi Muhammad SAW) seperti tahun baru hijriyah, peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, peringatan Isro Mi'roj Nabi Muhammad SAW, hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha semuanya secara kenegaraan dirayakan secara istimewa sampai sekarang dijadikan even wisata budaya. Dengan istilah "gerebek".

Di masa sekarang walaupun sudah ada upaya-upaya untuk membiasakan pemakaian tanggal Hijriyah oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam dan organisasi keagamaan Islam tetapi ternyata belum cukup membuat masyarakat secara sadar maupun tidak sadar (terperangkap dalam system) menggunakan penanggalan hijriyah dikehidupan sehari-hari.

Secara Kenegaraan memang pemerinah NKRI banyak terlibat dalam urusan penetapan tanggal yang berhubungan dengan kalender Hijriyah secara Nasional. Dari peringatan hari-hari besar Islam secara kenegaraan di Istana Negara yang diadakan oleh lembaga kepresidenan, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Isro Mi'roj Nabi Muhammad SAW, Nuzulul Quran, penetapan tanggal 1 Romadlon, penetapan ankhir Romadlon dan 1 Syawal, penetapan 10 Dzuhijah serta peringatan 1 Muharram dan juga dijadikan hari libur Nasional. Ternyata upaya ini belum cukup. Bahkan di dunia pendidikan maupun usaha/industri hari-hari libur Nasional yang berkaitan dengan perayaan hari besar Islam tetap bekerja dengan cara tukar hari yang gandeng dengan hari minggu/ahad atau kerja lembur.

Lembaga pendidikan swasta Islam, sebagian melibur proses belajar mengajar bukan hari minggu tetapi pada hari jum'at juga berpengaruh positip untuk membiasakan umat Islam sejak dini menyadari adanya system kalender Hijriyah yang dipakai dalam beribadah umat Islam. Kedepan bahkan kalau perlu melalui DPR yang mewakili umat Islam mengupayakan hari jum'at dijadikan hari libur kerja mingguan, dengan menjadikan hari minggu hari kerja biasa sebagaimana di Negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Karena bagaimanapun hari Jum'at adalah ketentuan syara sebagai hari raya Umat Islam sepekan sekali. Dimana pada hari Jum'at ada ibadah sunah khusus di malam hari menjelang hari Jum'at maupun ibadah wajib pada hari Jum'at berupa Sholat Id Yaumil Jum'at. Secara aturan fiqih untuk beribadah Sholat Id Jum'at perlu persiapan-persiapan untuk mencapai dari tujuan adanya Sholat Id Jum'at yang di dahului khotbah Jum'at. Kita sama-sama maklum, bahwa pada saat khotib sedang berkhutbah pada hari Jum'at sebagian besar jemaah sholat jum'at tertidur pulas (mengantuk) sambil duduk. Sudah hamper dapat dipastikan isi khutbah tidak bisa diserap dengan baik oleh jamaah sholat Jum'at. Artinya tujuan khotbah Sholat Jum'at tidak sepenuhnya tercapai dengan baik, kalau tidak boleh dikatakan sia-sia.

Perlu di acungi jempol atau dihargai kepada kalangan pribadi pekerja bebas seperti tukang-tukang kayu, tukang bangunan yang menetapkan hari Jum'at sebagai hari libur kerja, sedang hari Sabtu dan Minggunya tetap bekerja. Juga kalangan pedagang, dan penjual jasa seperti bengkel motor/mobil yang pemiliknya muslim libur pada hari jum'at dan tetap bekerja pada hari Ahad/minggu.

Bisa juga sangat perlu diterbitkan aturan dalam penulisan tanggal secara Nasional mencantumkan penanggalan Hijriyah disamping tetap menuliskan penanggalan Masehi, sebagaimana telah dilakukan oleh Lembaga Keagamaan Islam.

Akhirnya berpulang pada pribadi-pribadi Umat Islam sendiri untuk secara sadar memakai penanggalan hijriyah dalam membuat catatan, menerbitkan dokumen resmi maupun membuat jadwal-jadwal kerja dan kegiatan. Dan bagi warga muslim yang diberi kesempatan menjadi wakil rakyat dilegislatif maupun lembaga eksekutif barangkali bisa mengupayakan untuk membuat aturan-aturan /undang-undang yang mengatur pemakaian kalender Hijriyah disamping kalender Masehi, libur hari raya Jumat dan hari ahad tetap bekerja. Karena hari Ahad adalah berarti hari pertama. Tentu saja lebih tepat hari ke satu adalah dipakai untuk mulai bekerja dalam perputaran hari satu pekan. (Wasalam Her Budiarto/Gunungputri/Bogor/1 Muharram 1430H/29 Des 2008M)



Tidak ada komentar: