Cari Blog Ini

Jumat, 10 Desember 2010

Bahayanya Berhutang kepada Ahlaq seseorang

oleh Her Budiarto pada 21 Oktober 2010 jam 23:24

Dalam kehidupan sehari-hari kadang-kadang keadaan memaksa kita untuk memenuhi kebutuhan dengan berhutang karena tidak adanya persedian uang dari diri sendiri. Kunci untuk tidak menemui keadaan yang memaksa kita berhutang adalah hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan.

Firman Allah:

"Dan jangan kamu berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang berlebih-lebihan." (al-An'am: 141)

"Jangan kamu boros, karena sesungguhnya orang yang boros adalah kawan syaitan." (al-Isra': 26-27)

Kadangkala memang ada keadaan dimana kita terkena musibah yang memerlukan keuangan/biaya yang lebih dari yang tersedia. Misalnya biaya pengobatan karena sakit atau suatu musibah lain. Sehingga trpaksa berhutang. Semasih ada sesuatu yang bisa dijual maka lebih menjual sesuatu barang berharga yang kita miliki untuk membayar atau melunasi hutang.

Dengan kesederhanaan ini maka seorang tidak lagi perlu berhutang, lebih-lebih Nabi SAW sendiri tidak suka seorang membiasakan berhutang. Sebab hutang dalam pandangan seorang yang baik, adalah merupakan kesusahan di malam hari dan suatu penghinaan di siang hari. Justru itu Nabi SAW selalu minta perlindungan kepada Allah dari berhutang. Doa Nabi itu sebagai berikut:

"Ya Tuhanku! Aku berlindung diri kepadamu dari terlanda hutang dan dalam kekuasaan orang lain." (RiwayatAbu Daud)

Dan ia bersabda pula:

"Aku berlindung diri kepada Allah dari kekufuran dan hutang. Kemudian ada seorang laki-laki bertanya: Apakah engkau menyamakan kufur dengan hutang ya Rasulullah? Ia menjawab: Ya!" (Riwayat Nasa'i dan Hakim)

Dan kebanyakan doa yang dibaca di dalam sembahyangnya ialah:

"Ya Tuhanku! Aku berlindung diri kepadaMu dari berbuat dosa dan hutang. Kemudian ia ditanya: Mengapa Engkau banyak minta perlindungan dari hutang ya Rasulullah? Ia menjawab: Karena seseorang kalau berhutang, apabila berbicara berdusta dan apabila berjanji menyalahi." (Riwayat Bukhari)

Ia menjelaskan, bahwa dalam hutang itu ada suatu bahaya besar terhadap budipekerti seseorang.

Rosulullah SAW tidak mau menyembahyangi janazah, apabila diketahui bahwa waktu meninggalnya itu dia masih mempunyai tanggungan hutang padahal dia tidak dapat melunasinya, sebagai usaha untuk menakut-nakuti orang lain dari akibat hutang. Sehingga apabila dia mendapat ghanimah, maka beliau sendiri yang menyelesaikan hutangnya itu.

Dan sabdanya:

"Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya melainkan hutang." (Riwayat Muslim)

Berdasar keterangan diatasa, maka seorang muslim tidak boleh berhutang kecuali karena sangat perlu (trpaksa). Dan kalaupun dia terpaksa harus berhutang, samasekali tidak boleh melepaskan niat untuk membayar.

Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Barangsiapa hutang uang kepada orang lain dan berniat akan mengembalikannya, maka Allah akan luluskan niatnya itu; tetapi barangsiapa mengambilnya dengan Niat akan membinasakan (tidak membayar), maka Allah akan merusakkan dia." (Riwayat Bukhari)

Alloh dan RasulNya tidak menyukai hutang tanpa bunga/ rente, padahal hutang adalah mubah, kecuali karena dharurat, dan didesak oleh suatu keperluan, maka bagaimana lagi kalau hutangnya itu bersyarat harus dibayar dengan rente?! Dengan bunga?

Sangat cocok dengan muitia hikmah dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib: 

Banyakberhutang akan menggelincirkan orang yang benar kepada pendustaan

Tidak ada komentar: